Sempurna Dalam 2 Kekuatan Manusia

Tidak ada komentar



Ybia Indonesia - Manusia memiliki dua kekuatan dalam hidupnya. Pertama adalah kekuatan teori atau pengetahuan dan yang kedua adalah kekuatan amal atau perbuatan.

Masing-masing kekuatan ini memiliki puncak kesempurnaan masing-masing. Semakin tinggi ilmu seseorang maka ia akan dikenal sebagai seorang yang Alim (ahli dalam ilmu pengetahuan).

Namun puncak dari kekuatan amal adalah tingginya budi pekerti dan akhlak yang muncul dalam sikap dan prilakunya sehari-hari.

Bila kita melihat pada kehidupan Baginda Nabi Muhammad saw, beliau memiliki dua puncak kekuatan itu. Rasulullah saw sempurna dalam ilmu dan sempurna dalam perangai serta akhlaknya.

Dalam teori dan ilmu pengetahuan, Rasulullah saw telah sampai pada puncaknya yang tidak dimiliki oleh siapapun di dunia ini.

Allah swt berfirman,

وَعَلَّمَكَ مَا لَمۡ تَكُن تَعۡلَمُۚ وَكَانَ فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكَ عَظِيمٗا

Dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar.” (QS.An-Nisa’:113)

Ayat menunjukkan bahwa Rasul saw telah sampai pada kesempurnaan akal dan ilmu. Karena di akhir ayat itu disebutkan :

“Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar.”

Selain itu beliau telah mencapai kesempurnaan pada kekuatan kedua yaitu kekuatan akhlak dan budi pekerti yang luhur. Tiada seorang pun yang mampu menandingi ketinggian akhlak Baginda Nabi saw.

Allah swt berfirman,

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ

Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS.Al-Qalam:4)

Ketika berbicara mengenai akhlak Rasulullah saw, Allah swt menggunakan kalimat Agung sebagai saksi bahwa Rasul saw berada dalam puncak akhlak dan puncak keindahan perangai manusia. Seperti sebelumnya Allah juga menyematkan kata Agung ketika berbicara tentang ilmu Rasul saw.

Inilah Baginda Nabi Muhammad saw. Manusia yang berada pada puncak kesempurnaan dalam kekuatan yang dimiliki manusia. Kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Dan itu adalah kesaksian Allah dalam dua ayat diatas.

Menggenggam Dunia dan Akhirat dengan Ilmu Pengetahuan

Imam Syafi’i RA dalam Manakib Syafi’i, 2/139 menjelaskan :

من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد األخرة فعليه بالعلم

Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan Ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan Ilmu.

Jadi, ilmu pengetahuan adalah alat untuk mencipta kebahagiaan dunia, dan perangkat untuk mewujudkan kebahagiaan di akhirat. Persoalannya adalah ukuran atau parameter kebahagiaan dunia dan keyakinan adanya akhirat (pertanggungjawaban) tentu berbeda-beda antar orang, kelompok, komunitas, hingga sebuah bangsa, bahkan antaragama tentu berbeda. 

Ukuran bahagia dengan sistem berpikirnya bagi warga Eropa, Amerika, China, Afrika dan Indonesia tentu berbeda, dan agama telah memberi pedoman parameter bahagia bagi pemeluknya di tengah kemajuan teknologi dan aplikasi berbasis kecerdasan buatan.

Padahal, semua manusia hidup di satu bumi yang sama, yang terbuka tanpa sekat dan batasan di mana manusia hidup saling mempengaruhi dan mendesakkan kepentingannya di ruang publik. Siapa mengikuti siapa?, siapa mempengaruhi siapa?, dan siapa yang terbawa oleh siapa ?.

Sedangkan Nabi SAW telah memberi peringatan supaya kita tidak menjadi kelompok ‘pembebek’ (asal ikut dan manut). Sebaliknya meminta kita supaya mandiri dan berdaulat dalam bersikap atas dasar ilmu dan keyakinan. Dari sini, kedaulatan ilmu pengetahuan dalam terapannya disesuaikan dengan konteks. 

Di ruang tertentu ilmu pengetahuan itu netral, tapi aplikasinya menuntut keberpihakan dan pilihan yang bisa dipertanggungjawabkan kelak. Maka, kewajiban kita berikhtiar menghadirkan peradaban Islam atas dasar petunjuk-petunjuk Allah SWT kepada manusia sebagai pemegang amanah. 

Tapi, dalam terapanya ada penyesuaian teknis (fiqhul hadharah) berdasar tempat (amkinah) dan waktu (azminah). 

Peradaban Islam itu yang bisa menyerap peradaban global, bukan mengikuti peradaban global.

Kita coba refleksikan penegasan sikap KH Wahid Hasyim bahwa dalam merumuskan kebudayaan harus menggunakan akal dan Common Sense (perasaan). Ketika kemampuan kita berpikir strategis hilang, maka negara kita akan jatuh di bawah pikiran dan rencana orang asing, kalau dulu bernama Inland zaken, Sidokan, maka sekarang bernama Advisor Asing. Padahal tujuan mereka untuk keuntungan negara mereka sendiri.

Saatnya para Ulama dan Intelektual di NKRI bersatu (khususnya dari pesantren) bangkit dari perangkap kealimannya, tampil memberi arah dan petunjuk ilmunya, membangun peradaban Indonesia dan ilmu pengetahuan yang berkarakter dan berkepribadian nasional bangsa demi mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan warga dan umat manusia.

Dengan manunggalnya ilmuwan dan ulama semoga segala bentuk penjajahan ekonomi dan korupsi semakin berkurang di negeri kita.

Kekuatan Amal Shaleh

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ


اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

"Innal-insāna lafī khusr * illallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti wa tawāṣau bil-ḥaqqi wa tawāṣau biṣ-ṣabr."

“Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS Al-'ashr:2-3)

Ini adalah penjelasan dari Allah SWT mengenai kekuatan amal saleh dan juga hal-hal yang membuat seseorang merugi jika tidak memiliki perilaku yang baik.

Kebalikan dari amal saleh adalah 'amal sayyi'ah', yaitu amal yang mendatangkan mudarat baik bagi pelakunya maupun orang lain.

Setiap amal yang baik atau buruk meskipun sangat kecil, tetap akan mendapatkan balasan yang adil dari Allah SWT baik berupa pemberian pahala atau dicatat sebagai dosa.

Syarat agar sebuah perilaku tercatat sebagai amal saleh, yakni:Amal saleh dilakukan dengan mengetahui ilmunya

Amal saleh dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah SWT

Amal saleh hendaknya dilakukan sesuai dengan petunjuk dari Al-Qur'an dan hadis

Hadis tentang amal saleh sendiri terdiri dari 3 macam, yaitu:

1.Amal saleh terhadap Allah SWT, yaitu dengan menjalankan perintah-Nya dab meninggalkan larang-Nya. Misalnya dengan mengerjakan salat, zakat, puasa, dan ibadah lainnya.

2.Amal saleh terhadap manusia, yaitu dengan menjalankan hak dan kewajiban terhadap sesama manusia. Misalnya tersenyum, bersikap ramah, saling tolong menolong, dan sebagainya.

3.Amal saleh terhadap lingkungan alam, yaitu menjaga kelestariannya. Misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya, melakukan penghijauan, dan sebagainya.

Selain hadis tentang amal saleh, terdapat juga perbuatan amal jariyah.

Ini perbuatan baik yang dilakukan secara ikhlas dengan mengharapkan rida Allah SWT.

Saat melakukan dengan ikhlas, amalan ini akan mendatangkan pahala bagi orang yang melakukannya meskipun telah meninggal.

Salah satunya yakni ilmu yang bermanfaat untuk masyarakat/santri/mahasiswa dan juga sedekah.

Islam menganjurkan agar umatnya selalu mengerjakan banyak amal saleh semasa hidupnya.

Contoh Hadist Amal Sholeh;

1. Tersenyum

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Senyummu di depan saudaramu, adalah sedekah bagimu.” (HR Tirmidzi)

2.Menyingkirkan Gangguan di Jalan

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: ”Setiap persendian manusia ada sedekahnya setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya, kamu mendamaikan di antara dua orang adalah sedekah,

kamu membantu seseorang untuk menaikkannya di atas kendaraannya atau mengangkatkan barangnya di atasnya adalah sedekah, kalimat yang baik adalah sedekah,

pada tiap-tiap langkah yang kamu tempuh menuju salat adalah sedekah, dan kamu membuang gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR Bukhari Muslim)

3.Ucapan yang baik

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:


إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُم ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ سَيْئًا وَأَنْ تَعتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّ قُواوَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَشْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ


Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya, serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah.

Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta menyia-nyiakan harta.” (HR )


Penyadur:

KH.Syaifudin Zuhri 

Gus Endro Diponegoro

Tidak ada komentar

Posting Komentar