Riwayat Singkat, KH. Abdullah Abbas Buntet

Tidak ada komentar


 

Gus Mus (KH. Mustofa Bisri) menceritakan Dawuh salah satu Kiai Khos yang dirahasiakan namanya. Kiai Khos tersebut berkata, bahwa yakni Pathoknya tanah Jawa itu ada 3 wali (saat itu) yang kebetulan ketiganya bernama Abdullah :

1. Di Jawa barat ada KH. Abdullah Abbas Buntet Cirebon.

2 . Di Jawa tengah ada KH. Abdullah Zen Salam Kajen Pati.

3 . Di Jawa timur ada KH. Abdullah Faqih Pesantren Langitan Tuban.

Ybia Indonesia - KH. Abdullah Abbas rahimahullah lahir di Buntet Cirebon, Jawa Barat, 7 Maret 1922 adalah seorang ulama besar di Jawa Barat Pengasuh Pondok Pesantren Buntet di Desa Mertapada Kulon, Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat, pernah menjabat Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Dikenal sebagai satu di antara lima ulama kharismatik Jawa Barat. Empat ulama kharismatik Jawa Barat yakni KH. Ilyas Ruhiyat (sesepuh Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya), KH. Anwar Musaddad (sesepuh Pondok Pesantren Al-Musaddadiyah Garut), KH. Drs.Totoh Abdul Fatah Ghazali, S.H., (sesepuh Pondok Pesantren Al-Jawami Cileunyi Bandung), serta K.H. Irfan Hielmy (sesepuh Pondok Pesantren Darussalam, Ciamis). K.H. Abdullah Abbas .

KH Abdullah Abbas

Lahir pada tanggal 7 Maret 1922 pada masa penjajahan Belanda di pesantren Buntet, Cirebon.

Silsilah  Nasab Mbah KH. Abdullah Abbas Buntet Cirebon:

• Nabi Muhammad SAW

• Fatimah Az-Zahra' Al-Batul;

• Al-Imam Sayyidina Al-Husain;

• Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin;

• Sayyidina Muhammad Al Baqir;

• Sayyidina Ja’far As-Shodiq;

• Sayyid Al-Imam Ali Uraidli;

• Sayyid Muhammad An-Naqib;

• Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi;

• Al-Imam Ahmad al-Muhajir;

• Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah;

• Sayyid 'Alawi Awwal;

• Sayyid Muhammad Sohibus Sauma’ah;

• Sayyid Alawi Ats-Tsani;

• Sayyid Ali Kholi’ Qosam;

• Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut);

• Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut);

• Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir Azmatkhan (Nasrabad, India);

• Sayyid Abdullah 'AzmatKhan;

• Sayyid Ahmad Shah Jalal / Ahmad Jalaludin AzmatKhan;

• Sayyid Syaikh Jumadil Kubro / Jamaluddin Al-Husen Akbar AzmatKhan

• Sayyid ‘Ali Nuruddin AzmatKhan /‘Ali Nurul ‘Alam;

• Sayyid ‘Umadtuddin Abdullah AzmatKhan;

• Sunan Gunung Jati/ Syarif Hidayatullah AzmatKhan;

• Pangeran Pasarean / Pangeran Muhammad Tajul Arifin;

• Pangeran Dipati Anom /Pangeran Suwarga / Pangeran Dalem Arya Cirebon;

• Pangeran Wirasutajaya ( Adik Kadung Panembahan Ratu );

• Pangeran Sutajaya Sedo Ing Demung;

• Pangeran Nata Manggala;

• Pangeran Dalem Anom / Pangeran Sutajaya ingkang Sedo ing Tambak;

• Pangeran Kebon Agung / Pangeran Sutajaya V;

• Pangeran Senopati / Pangeran Bagus;

• Pangeran Punjul / Raden Bagus / Pangeran Penghulu Kasepuhan;

• Raden Ali;

• Raden Muriddin;

• KH Raden Nuruddin;

• KH Muta’ad;

• KH Abdul Jamil; ( Pesantren Buntet );

• KH. Abbas bin Abdul Jamil Buntet Cirebon;

• KH Abdullah Abbas

KH Abdullah Abbas adalah anak pertama Kiai Abbas dari istrinya yang kedua yaitu Nyai Hajjah I’anah. Kiai Abdullah Abbas mempunyai seorang adik perempuan yaitu Nyai Hajjah Sukaenah, serta adik laki-laki yaitu K.H. Nahduddin Royandi.

Dari perkawinan dengan istri pertamanya yaitu Nyai Hajjah Aisah, Kiai Abdullah Abbas mempunyai seorang puteri yaitu Nyai Hajjah Qoriah yang dipersunting oleh KH. Mufassir dari Pandeglang Banten.

Kiai Abdullah Abbas sejak kecil mendapat pembinaan yang serius oleh ayahnya, Kiyai Abbas. Maka tak ayal bila jejak-jejak dan pola hidup Kiai Abbas banyak ditiru oleh Kiai Abdullah Abbas. Selain itu, Kiai Abdullah Abbas mendapat gemblengan dari beberapa Pesantren, Pesantren yang pertama kali disinggahi adalah Pesantren di Pemalang yang dipimpin oleh Kiai Makmur.

Selepas dari Pemalang Jawa Tengah, Kiai Dullah menimba ilmu pada Kiai Ma’sum di Lasem Jawa Tengah. Rampung dari Lasem, Kiai Dullah berguru pada Hadratus Syekh K.H. Hasjim Asy’ari, Pendiri NU di Jombang, Jawa Timur. Dan terakhir Kiai Dullah digembleng oleh Kiai Abdul Karim Manaf di Lirboyo.

Selepas dari Pondok Pesantren, Kiai Abdullah Abbas langsung berkiprah di masyarakat. Dengan diserahi sebagai Ketua Batalyon Hisbullah, Kiai Dullah berjuang merebut kemerdekaan. Selepas revolusi fisik, Kiai Abdullah Abbas mengalihkan perjuangannya dari mengangkat senjata beralih pada berdakwah langsung di masyarakat. Jabatan kemiliterannya (Letnan Muda) ditinggalkan dan lebih memilih menjadi Juru Warta pada Juru Penerangan Agama Kabupaten Cirebon. Lalu menjadi Pengatur Guru Agama Islam Kabupaten Cirebon dan Jabatan terakhir adalah Kepala MAN Buntet Pesantren Kabupaten Cirebon.

Kiprah Sang Kiai Kharismatik 

KH. Abdullah Abbas rahimahullah sesepuh Pondok Buntet Pesantren Cirebon termasuk Kiai Khos (langka) yang menjadi rujukan umat Islam Indonesia. Bahkan banyak orang yang menyebutnya sebagai “Sang Panutan” dan “Penyangga Masyarakat”.

Kiai Abdullah Abbas sejak usia muda sampai jelang wafat banyak memberikan sumbangan pikiran dan tenaga dalam membangun bangsa ini. Prinsip tersebut memang sudah terpatri dalam diri Kiai Dullah, karena Kiai Abdullah Abbas termasuk yang ikut meletakan pundi-pundi kemerdekaan. K.H. Abdullah Abbas adalah satu-satunya putera Kiai Abbas yang ikut memimpin dalam berbagai pertempuran melawan Penjajah Belanda.

Saat itu, Kiai Abbas bertempur di Surabaya pada 10 November 1945. Kiai Abdullah Abbas pun turut berangkat bertempur melawan Penjajah. Kiai Dullah melawan Belanda di daerah Sidoarjo bersama Mayjen Sungkono. Bukan itu saja, Kiai Abdullah Abbas dengan pasukannya sering diminta untuk membantu pasukan lain seperti di Tanjung Priok, Cikampek, Menengteng (Kuningan), dan pernah juga berhasil menyerang pabrik gula Sindang Laut. Kiai Dullah aktif menjadi pasukan Hisbullah, bahkan menjadi Kepala Staf Batalyon Hisbullah, juga menjadi anggota Batalyon 315/Resimen I/Teritorial Siliwangi dengan pangkat Letnan Muda.

Bertemunya Kiai Abdullah Abbas dengan Gus Dur, seakan menemukan kembali persaudaraan yg sempat renggang. KH. Abbas ayah Kiai Abdullah Abbas sangat akrab dengan Hadratus Syekh K.H. Hasjim Asy'ari, Kakek Gus Dur. Maka pertemanan antara keduanya membuat Kiai Abdullah Abbas mampu mengembangkan berbagai ide dan gagasan. Dinobatkannya Kiai Dullah sebagi Kiai Khos pada masa Gus Dur, telah membuat Kiai Dullah menjadi rujukan berbagai kalangan.

K.H. Abdullah Abbas meninggal dunia, 10 Agustus 2007) dalam usia 85 tahun. Indonesia kehilangan salah satu ulama panutan, yakni KH Abdullah Abbas, pengasuh pondok pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat. Beliau menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Tentara (RST) Ciremai pada hari Jumat (10/8/2007).

Sebelumnya pelayat dari pagi sampai siang hari melakukan sholat jenazah K.H. Abdullah Abbas yg biasa di panggil Ki Dulloh di rumah duka. Lepas shalat Jum’at, jenazah almarhum kembali dishalatkan di Masjid Besar Buntet Pesantren oleh sekitar 3.000 santri melaksanakan salat jenazah yang dipimpin KH Abdul Hamid Annas, yang juga seorang pimpinan Pondok Buntet Pesantren. Setelah itu dilanjutkan dengan acara pelepasan jenazah.

Ribuan pelayat itu mengantarkan Almarhum ke tempat peristirahatan terakhir di Pemakaman Keluarga Buntet Pesantren atau TPU Gajang Ngambung di Desa Buntet, Astana Japura, Kabupaten Cirebon sekitar 800 meter dari rumah duka. Sekitar pukul 15.25 WIB jenazah mendiang KH Abdullah Abbas diturunkan ke liang lahat.


Robbi fangfa'na bibarkatihim..

Wahdinal khusna bikhurmatihim..

Wa amitna fi thoriqotihim..

Wa muafa'ti minal fitani..

Tidak ada komentar

Posting Komentar