Kisah Dua Ulama Rembang, KH. Baidlowi Lasem dan KH. Imam Kholil Sarang

Tidak ada komentar


KH. Baidlowi Lasem 

Tak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang kiprah Ulama-ulama Nusantara di Mekkah atau Haramain. Padahal begitu banyak ulama Nusantara yang mendunia karena keluasan ilmunya, bahkan menjadi guru utama di Masjidil Haram. Salah satu di antara ulama-ulama itu adalah Kyai Baidlowi Lasem. Beliau dijuluki 'Alamu al-Makkiyin, ulama besar Tanah Haramain.

Ybia Indonesia - Kyai Baidlowi lahir di Lasem, Rembang Jawa Tengah pada 12 Syawwal 1297 Hijriyah atau 17 September 1880 Masehi. Darah genetiknya masih bersambung dengan Mbah Syambu Lasem (Pangeran Sambo). Nasab beliau yakni Kyai Baidlowi bin Kyai Abdul Aziz bin Kyai Baidlowi Awal bin Kyai Abdul Latif bin Kyai Abdul Bar bin Kyai Abdul Halim bin Pangeran Sambo (Mbah Syambu) bin Pangeran Benowo bin Sayyid Abdurrahman/Joko Tingkir (Sultan Hadiwijaya).

Dari nasab ini berarti Kyai Baidlowi masih mempunyai hubungan darah dengan Rasulullah SAW. Sebab, Mbah Syambu adalah seorang Sayyid (keturunan Rasulullah) yang bermarga Adzmatkhan.

Daerah Lasem, tempat kelahiran Kyai Baidlowi sejak dulu dikenal sebagai tempat penyebaran agama Islam. Karena itu Lasem sampai saat ini dianggap sebagai salah satu kota santri. Konon Kyai-kyai besar di Tanah Jawa adalah keturunan dari Kyai asal Lasem. Mereka tersebar ke berbagai daerah seperti Jombang, Pati, Langitan Tuban, Semarang, Jember, dan lain-lain. Sang ayah, Kyai Abdul Aziz adalah tokoh terkemuka di daerah Lasem, Seorang Mursyid Thoriqoh Sathariyyah dan menguasai ilmu Syari'at dan Hakikat. Kepadanya lah Kyai Badilowi belajar dasar-dasar ilmu keIslaman.

Semenjak sang ayah meninggal dunia ketika usia Kyai Baidlowi masih tergolong remaja, ia memutuskan melakukan pengembaraan ilmu ke berbagai pesantren di Nusantara. Beliau belajar kepada:

1  Kyai Umar bin Harun Sarang.

2. Kyai Idris Jamsaren Solo.

3. Kyai Hasyim Padangan Bojonegoro. 

Setelah belajar ke banyak pesantren, Kyai Baidlowi melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Haramain. Di Mekkah, Beliau berguru kepada ulama-ulama besar Haramain, selain itu Beliau juga berguru kepada ulama Nusantara seperti:

1. Syech Mahfudz at-Tremasi.

2. Syech Umar Syatha'.

3. Syech Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan lain-lain.

Sejak di Haramain, Kyai Baidlowi Sudah dikenal ke-'Alimannya. Karena itu, Beliau dengan cepat diangkat sebagai ulama yang berwenang untuk mengajar di Masjidil Haram.

Salah satu santri didikannya adalah Syech Yasin bin Isa al-Fadani. Bahkan karena kiprahnya yang menonjol di Tanah Haramain Beliau masuk dalam kitab ‘Alamul al-Makkiyin karya Syech Abdullah Abdurrahman, sebuah kitab yang menghimpun Ulama'-ulama' besar Makkah.

Namun demikian, sejak konflik Turki Utsmani-Arab terjadi berkepanjangan di Haramain, Kyai Baidlowi harus kembali ke Tanah Air. Kedatangannya disambut gembira oleh Ulama' dan masyarakat. Ia menjadi harapan perjuangan dakwah Islam, terutama melalui pondok pesantren al-Wahdah Lasem. 

Sejak kedatangannya, banyak santri berdatangan menimba ilmu di pesantren al-Wahdah. Sosoknya yang 'Alim menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

Di antara santri-santrinya yang menjadi ulama besar adalah:

1. Kyai Chudlori Tegalrejo Magelang.

2. Kyai Maimoen Zubair Sarang.

3. Kyai Asrori Magelang.

4. Kyai Sahlan Temanggung.

5. Kyai Dahlan.

6. Kyai Hafidz Rembang.

7. Kyai Hasyim Purworejo.

8. Kyai Wahib Wahab Tambak Beras Jombang.

9. Kyai Dimyathi Banten (Abuya Dimyathi Cidahu).

Selain kiprahnya dalam dakwah Islam, Kyai Baidlowi juga berperan dalam kemelut kenegaraan dan kebangsaan. Bahkan Beliau adalah sosok yang pertama kali melegitimasi kepemimpinan Bung Karno. Ketika Bung Karno ditetapkan sebagai presiden pertama Republik Indonesia, sebagian kelompok Islam tidak setuju. Tarik ulur silih berganti antar sesama Ulama' mengenai hujjah atas status Bung Karno.

Setelah perdebatan tak menemukan titik temu alias deadlock, Kyai Abdul Wahab Chasbullah meminta saran Kyai Baidlowi. 

Di hadapan Para Ulama', Kyai Baidlowi mengatakan: “Soekarno Huwal Waliyyul Amri Al-Dloruri Bisy-Syaukah". 

(Soekarno, dia adalah Presiden RI yang sah karena darurat). 

Dari legitimasi hukum yang keluar dari pernyataan Kyai Baidlowi, Ulama'-ulama besar seperti:

1. Kyai Hasyim Asy’ari.

2. Kyai Abdul Wahab Chasbullah.

3. Kyai Bisri Syansuri.

4. Kyai Ma'shum Lasem dan sederetan Kyai-kyai NU akhirnya sepakat dengan pendapat Kyai Baidlowi.

KH. Imam Kholil Sarang 

Beliau lahir di Sarang pada 1317 Hijriyah atau bertepatan tahun 1900 Masehi. Beliau putra ke-4 (bungsu) dari pasangan Kyai Syu'aib bin Abdurrozaq dengan Nyai Sa'idah binti Kyai Ghozali. 

Adapun saudara-saudara Beliau adalah:

1. Nyai Hasanah (Ibunda Kyai Zubair Dahlan).

2. Nyai Zubaidah (Istri Kyai Abdullah).

3. Kyai Ahmad (Ayahanda Kiai Abdurahim).

4. Kyai Imam Kholil.

Ibunda Beliau adalah putri tertua KH. Ghozali bin Lanah (perintis pertama Pesantren di Sarang).

Dua orang kakaknya yaitu Nyai Hasanah dan Kyai Ahmad, besanan. Sebab putra Nyai Hasanah yang bernama Kyai Zubair menikah dengan Nyai Mahmudah putri Kyai Ahmad. 

Dari pernikahan Kyai Zubair dan Nyai Mahmudah lahirlah Mbah Kyai Maimoen Zubair, Ulama' kharismatik yang mendapat julukan Pakubumi Nusantara yang meninggal pada 6 Agustus 2019 M lalu.

Sebagaimana Ulama' pada umumnya, Kyai Imam Kholil mengawali pendidikan agama kepada ayah Beliau sendiri yakni Kyai Syu'aib. Saat berusia 15-17 tahun berbagai cabang ilmu Beliau pelajari baik dari ayahandanya maupun dari Ulama-Ulama yang ada di Sarang pada masa itu. 

Materi-Materi yang umumnya dipelajari dikalangan pesantren seperti: Al-Quran, Nahwu, Shorof, Fiqih, Hadits dan Tasawwuf Beliau kuasai dibawah bimbingan Guru-guru yang merupakan Ulama-Ulama berkredibilitas di bidangnya. 

Tidak puas dengan hanya belajar di daerah tempat tinggalnya saja, beranjak pada usia 21 tahun Beliau melanjutkan pengembaraan ilmiyahnya ke daerah Bangkalan, Madura. 

Pada waktu itu pesantren Bangkalan diasuh oleh seorang Auliya' Masyhur Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif yang tersohor ke-'Aliman dan Kewaliannya. Di bangkalan Mbah Imam berguru kepada Syaikhona Kholil tidak lama. Sebagaimana penuturan KH. Abdurrozaq (salah satu putra Kyai Imam Kholil) hanya sekitar setahunan Mbah Imam menuntut ilmu di Bangkalan. Meskipun demikian, selama berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan, Mbah Imam memiliki hubungan yang erat dengan gurunya tersebut.

Hal ini terbukti dari nama Beliau yang dinisbatkan kepada Gurunya tersebut sehingga Mbah Imam lebih dikenal dengan nama Imam Kholil. Selain itu Mbah Imam pernah berkata:

"Aku iki muride Mbah Kholil Bangkalan". 

(Saya ini muridnya Kyai Kholil Bangkalan). Dan dalam kesempatan lain Beliau berkata: 

"Guruku iku Kyai Kholil, Maduro". 

(Guru saya itu Kyai Kholil Madura) Ini jelas menunjukkan pengakuan dan kekaguman Beliau pada Syaikhona Kholil Bangkalan.

Alkisah 

Pada suatu hari, Syaikhona Kholil marah besar pada santri-santri Gresik. Saking takutnya banyak santri yang lari ketakutan kecuali Mbah Imam, lalu Mbah Imam berkata : "Kenopo podo melayu kabeh santri iku?". (Kenapa semua santri berlarian?)

Kemudian Mbah Imam datang menghadap Kyai Kholil dan bertanya:

"Wonten nopo Kyai?" (Ada apa Kyai?) Tanya Mbah Imam pada Kyai Kholil. "Santri-santri Gresik iku nek salaman tanganku dipethek" (kalau santri-santri Gresik bersalaman tanganku ditekan keras, Beliau tidak suka diperlakukan seperti itu). 

Dalam tata cara musofahah (bersalaman) tidak boleh sampai menyakiti orang yang dimintai salaman, meskipun sebetulnya bersalaman itu sunnah, karena ta'adduban (bertata krama).

Selain itu, suatu ketika Beliau saat masih muqim di Makkah, pernah Mbah Imam didatangi oleh Kyai Kholil didalam mimpinya. 

Dalam mimpi tersebut Kyai Kholil mengabarkan kewafatannya dan Mbah Imam berkata:

"Nyuwun sewu Kyai, terose Panjenengan pun kapundut?". 

(Maaf Kyai, katanya anda sudah wafat?) 

"Yo Mam, wes thok watese" (Iya Mam, sudah mencapai batasnya umur). Jawab Kyai Kholil. 

Hal ini tidak mungkin terjadi bila tidak ada hubungan yang erat diantara keduanya.

Photo: KH. Baidlowi Lasem Sedang Berjalan Bareng KH. Imam Kholil Sarang, tidak diketahui tahunnya.


*ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ*

Tidak ada komentar

Posting Komentar