Ybia Indonesia - Siapa yang tidak kenal dengan dua Pondok Pesantren diatas? Dua Pondok Salaf besar yang tetap eksis ditengah gempuran Pendidikan Modern. serta sebagai tempat penempaan untuk mencetak insan yang berakhlaqul karimah, religius, jenius, cendikiawan dan tentunya beriman.
Lirboyo, Pondok besar yang kokoh berdiri pada tahun 1910 di Bumi Brawijaya, Kota Kediri, Dengan data terbarunya mecapai 28.000 Santri lebih.
Serta Sarang, Sebuah kota santri yang menjadi Magnet untuk menimba ilmu agama disekitaran Jawa Tengah, khususnya Wilayah Pantura.
Dua Pengasuh pondok besar ini juga memiliki peran penting dan menjadi panutan bagi umat islam Nusantara, Wabil Khusus Ormas terbesar di Dunia, Nahdlatul Ulama.
KH Anwar Mansur, Pengasuh
Pondok Lirboyo sekarang menduduki posisi Mustasyar PBNU dan Syuriah PWNU Jatim, begitupula Alm. KH Maimoen Zubair dimana masa hidup beliau sering menduduki posisi penting di PBNU, hingga beliau meninggal posisi beliau masih sebagai Mustasyar PBNU. Bahkan Dzuriah dari dua Pondok salaf ini juga ada yang menduduki post-post penting negeri ini.
Dibalik perkembangan nya yang begitu pesat, ternyata Lirboyo dan Sarang memiliki hubungan yang erat, bermula dari hubungan antar sahabat dekat, kemudian saling menyambung sanad keilmuan, dan sekarang terhubung tali nasab.
Sahabat Erat
Hubungan sahabat erat antara Lirboyo dan Sarang bermula ketika Pendiri Pondok Lirboyo yakni KH. Abdul Karim bersahabat dengan Kiai Ahmad bin Syu’aib, dimana keduanya dahulu bersahabat ketika satu almamater di pondok Tebuireng Jombang, asuhan Hadrotus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Perlu diketahui, Kiai Ahmad bin Syu’aib ini merupakan kakek dari KH. Maimoen Zubair (dari jalur ibu). beliau berdua Mbah Ahmad bin Syua’ib dan Mbah Manab Abdul Karim meninggalkan Tebuireng ditahun yang sama, tepatnya pada tahun 1909. Mbah Ahmad bin Syu'aib kembali ke Sarang Rembang, dan Mbah Manab Abdul Karim ke rumah mertuanya di BanjarMelati Kediri, lalu setahun kemudian mulai merintis pondok pesantren Lirboyo.
Hubungan persahabatan ini selepas dari Tebuireng masih berlanjut, dibuktikan dengan KH. Abdul Karim sering menanyakan kabar sahabatnya ini kepada Mbah Moen muda yang notabenenya cucu dari Kiai Ahmad.
“Beliau Kerapkali tanya kepada saya tentang kawan sejawat beliau dikala masih mondok di Tebuireng”,
Begitu kata Mbah Moen di Buku Sejarah Pesantren Lirboyo.
Menyambung Sanad
Setelah era Syaikhona Kholil Bangkalan, Lirboyo yang waktu itu diasuh KH. Abdul Karim menjadi tujuan utama para pencari ilmu zaman itu.
Salah satu sebabnya, konon ketika ada orang yang mau nyantri ke Syaikhona Kholil, beliau menolaknya dan menyuruh untuk Mondok Ke Lirboyo Kediri, Praktis Pondok Lirboyo jumlah santrinya terus mengalami peningkatan dari masa ke masa.
Hal itu pula yang mengilhami KH. Zubair Dahlan (ayah Mbah Moen) memondokan Putranya ke Lirboyo, yang mana Pondok itu diasuh oleh sahabat kakeknya Mbah Moen.
Mbah Moen Mondok di Lirboyo kurang lebih 3 tahun, mulai 1945 hingga tahun 1948 (era Mbah Abdul Karim), banyak kisah menarik selama Mbah Moen Mondok di Lirboyo. Salah satunya ketika Mbah Moen Ngaji pertama kali, makna kitab yang dibacakan KH. Abdul Karim bertepatan dengan makna kitab yang dibacakan abahnya sewaktu di sarang.
Dengan Mondoknya Mbah Moen ini sanad keilmuan Sarang tersambung langsung dengan Lirboyo.
Belum cukup disitu, tatkala keilmuan KH. Maimoen Zubair telah tinggi, dan menjadi seorang Kiai, salah satu Putra keluarga besar Pondok Lirboyo telah Mondok di Sarang, beliau lah KH. Imam Yahya Mahrus, Putra Pertama KH. Mahrus Ali, sekaligus Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo HM Al-Mahrusy.
Ada hal unik dibalik nyantri Gus Imam (Sapaan Akrab KH. Imam Yahya), beliau Berangkat mondok ke Sarang Rembang tanpa pamit, gegara mendapat bisikan suara Gaib ketika melaksanakan suatu perjalanan di daerah Trowulan. Uniknya sesampai di Sarang langsung bertemu KH. Zubair Dahlan ayahanda Mbah Moen.
Ikatan Nasab
Dua Pemuda dari Lirboyo dan sarang tadi, seiring berjalannya waktu, KH. Maimoen Zubair dan KH Imam Yahya Mahrus kelak menjadi tokoh besar, dengan memiliki santri ribuan tersebar dipenjuru Nusantara.
Disinilah hubungan erat Lirboyo-Sarang terikat lebih dalam. Setelah melalui Sahabat, saling sambung nasab, dan Terikat nasab menjadi puncak.
dimana guru dan murid tadi saling menjadi besan, Putra KH. Maimoen Zubair yakni KH. Abdurrouf Maimoen mempersunting Ning Hj. Etna Iyana Miskiyah, putri KH. Imam Yahya Mahrus.
KH. Imam Yahya Mahrus yang notabene lebih muda dari Mbah Moen, telah kembali ke HaribaanNya pada tahun 2012, dan di Makamkan di Desa Ngampel, yang sekarang berdiri Pon.Pes Al-Mahrusiyah III Asuhan Gus Reza (5 KM keutara dari Desa Lirboyo).
Manakala KH Maimoen Zubair ‘Kapundut’ di Makkah, Keluarga besar KH. Imam Yahya Mahrus sedang Ihrom, Ibu Nyai Hj. Zakiyah Miskiyah lah yang menghibur istri Mbah Moen, Gus Reza juga turut dalam tahjiz hingga selesai dikuburkan. Hemat menulis, ini merupakan hal yang tidak kebetulan, seolah sudah digariskan olehNya.
Mbah Moen meninggal dunia ini disamping orang-orang tercinta beliau.
Semoga hubungan erat Lirboyo dan Sarang ini dapat terus berlanjut, sehingga bisa melahirkan Generasi penerus Mbah Manab Abdul Karim , Mbah Ahmad bin Syu'aib , Mbah Moen dan Mbah Imam.
Wallohu A’lam
Al-Fatihah.
Keterangan foto: Mbah KH. Imam Yahya Mahrus (baju coklat) sungkem atas kerawuhan Mbah KH. Maimoen Zubair ke Lirboyo tahun 2010 lalu
Tidak ada komentar
Posting Komentar