Kajian Ilmiah dan Spiritual (sufistik), "Memahami Makna Perjalanan Spiritual"

Tidak ada komentar

 



Ybia Indonesia - Telah lama makna Spiritual di salah artikan sebagai sesuatu yang Irasional, Kolot, Uka-uka, horor dan hal-hal yang berkaitan dengan dunia Perdukunan.

Stigma yang muncul disebagian besar masyarakat tersebut diakibatkan dari kurangnya pencerahan tentang Spiritual terhadap masyarakat, banyaknya tayangan televisi yang melenceng kan makna spiritual, dan tingkat pendidikan pada masyarakat yang masih jauh dari pemerataan.

Ditambah lagi banyak Oknum yang mengaku pejalan Spiritual, atau yang mengaku seorang Spiritual terjebak  dalam pusaran DELUSI, HALUSINASI DAN ILUSI, Seperti:
- Mengaku dan mengklaim serta memproklamirkan dirinya Satria Piningit, Ratu Adil, King of king, mengaku titisan raja Nusantara, titisan Ratu Kidul, titisan Soekarno dll.

- Berburu harta Karun, Harta gudang Goib, mengklaim dirinya pemegang aset Dana Amanah Nusantara / Dana Amanah Nusantara (Coletral).

- Berburu barang Uka-uka, Samurai Jepang yang harganya triliunan rupiah, berburu tokek, berburu Bambu Petuk, MD, RB, BK, dll.
- Mengaku mampu menarik uang Goib atau harta Karun dll.

Semua nya ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan Spiritual, bukan bagian dari Spiritual yang sebenarnya.
Hati-hati itu bentuk pembodohan, modus penipuan, Virus Delusi, ilusi dan Halusinasi.
Spiritual palsu, KW 5!

Berbalik 180 derajat dengan makna sebenarnya dari Spiritual.  Bahwa spiritual adalah: Mencerdaskan, Mencerahkan dan mendewasakan.
Spiritualitas merupakan energi puncak yang menggerakkan diri seseorang dalam melangkah. Ia adalah sumber motivasi tertinggi yang membuat seseorang lebih Arif-bijak dalam menjalani hidup dan kehidupan.

Spiritual adalah inti dari kehidupan manusia. Spirit, Ruh atau Ruhani

Pendakian/Perjalanan Spiritual adalah: Perjalanan Ruhani atau perjalananan kedalam diri,  dengan melakukan pembersihan hati serta untuk mencari ketenangan batin, sehingga mampu mengenal dirinya dan mengenal akan Tuhannya.

Apa sejatinya arti dari perjalanan spiritual? Sederhananya adalah tentang kembalinya sang diri kepada karakter sebagai spirit yang serba murni, jernih, tanpa batas. Dalam sudut pandang lain, perjalanan spiritual adalah tentang upaya merealisasikan kesadaran spiritual : dimana kita bisa memandang realitas dengan pengertian dan kebijaksanaan yang mengalir dari esensi diri, spirit, atau jiwa sejati kita.   

Buah dari tuntasnya perjalanan spiritual adalah hidup yang serba selaras, memiliki pandangan jauh ke depan (Visioner), terealisasinya Rancangan Agung sebagai manusia, dan dengan nyata sang diri bisa merasakan kesukacitaan dan kedamaian sejati.  

Ini adalah tentang merealisasikan kehidupan surgawi: hidup yang indah karena disadari setiap detiknya merupakan manifestasi dari kasih yang paling murni.

Langkah pertama dari proses menuju ketuntasan perjalanan spiritual adalah menyadari keberadaaan diri sejati, spirit, Sukma/jiwa Sejati atau roh rudus sebagai realitas Tuhan di dalam diri. 
Laku spiritual adalah upaya penyatuan sepenuhnya dengan Sang Diri Sejati ini.
Penyatuan paripurna hanya terjadi saat diri benar-benar jernih energinya, nalar dan tubuh pengetahuannya, emosinya dan tubuh karmanya.   
Saat kita membiarkan ketidakmurnian diri dalam bentuk apapun, maka sebenarnya kita telah berbelok dari jalan spiritual.

Pada titik inilah perlunya evaluasi yang akurat, untuk membuat kita mengerti sejauh mana kemurnian jiwa kita, sejauh mana pula tingkat kemenyatuan kita dengan Sang Diri Sejati. 
Perlu ditegaskan, bahwa hanya menjadi tahu tentang terminologi spiritual dan bisa mengungkapkan kata-kata yang terkesan bijaksana, bukanlah indikator kemajuan dalam perjalanan spiritual.

Ada banyak cara untuk mengevaluasi diri dalam hal kemajuan spiritual. Kita tinggal memilih cara yang cocok. 
Seorang guru atau pembimbing spiritual yang telah matang pada umumnya punya cara untuk membantu seorang pembelajar mengetahui capaian dirinya, dan membuat mereka tahu ada di jalur yang tepat atau sedang keliru jalan.

Kemenyatuan paripurna dengan Diri Sejati adalah fondasi untuk fase perjalanan spiritual berikutnya yaitu penyatuan paripurna dengan Allah SWT,  Tuhan yang Maha Tunggal.
Inilah kondisi Suwung: realitas Sang Sumber pada tingkatan yang semakin tinggi. 

Perjalanan spiritual yang sesungguhnya, adalah meniti setiap detik kehidupan dan terus menerus menumbuhkan kesadaran sehingga kita mengerti akan kasunyatan, kenyataan, tentang diri kita sendiri maupun hidup yang melingkupi kita. 
Ia adalah proses panjang untuk keluar dari perangkap ilusi yang salah satu bentuknya adalah  konsep dan keyakinan yang memenuhi pikiran kita.

Perjalanan spiritual membawa pelakunya untuk semakin mengerti tentang misteri  Alam semesta beserta kehidupan didalamnya. Semakin mengerti serta merasakan keberadaan Tuhan.

Apa yang didapatkan manusia saat menyelami kasunyatan diri dan kasunyatan yang melingkupinya me-
lalui Dzikir,  berkhalwat,  Uzlah,  tirakat atau melalui berbagai teknik meditasi akan menggenapi apa yang bisa diungkap para ilmuwan di berbagai bidang. 
Sementara
sains membawa manusia untuk mengurai kasunyatan pada
tataran fisik yang bisa dijangkau pancaindra dan instrumen-
instrumen untuk meluaskan jangkauan pancaindra.
Spiritualitas membawa pada penyaksian berbagai kasunyatan
metafisik.
Hal yang belum bisa dinyatakan ada oleh pendekatan
sains justru bisa dinyatakan ada lewat pendekatan spiritualitas.
Spiritualitas menekankan pendayagunaan rasa dalam diri manusia yang belum dikenal di dunia sains.

Inilah yang dalam perbendaharaan spiritualitas la dikenal sebagai rasa sejati. Inilah perangkat nonfisik yang ada di relung jiwa manusia, di ujung pangkal aliran napas manusia yang berfungsi untuk mengetahui keberadan dan
kasunyatan melalui sistem deteksi getar.

Pejalan spiritual yang mendayagunakan rasa sejatinya dapat memasuki kesadaran spirit atau kesadaran roh.
Kesadarannya tidak lagi dibatasi hasil kerja otak yang mengolah
masukan data dari panca indra atau instrumen-instrumen perluasan jangkauan pancaindra, seperti mikroskop atau teleskop.
Juga melampaui kesadaran hasil kerja otak yang mengungkapkan berbagai model kasunyatan melalui perhitungan matematis.

Dengan kesadaran spirit atau kesadaran roh yang berbasis pada rasa sejati, manusia bisa menyelami kasunyatan
jagat raya dalam dimensi yang paling halus. Tergantung pada tingkat kematangan jiwa dan talentanya, kasunyatan jagat raya tersaji bagi para pejalan spiritual dalam beragam
dimensi. Maka terungkaplah pernyataan mengenai nyawa, jiwa, dan roh sebagai fenomena mikrokosmos (jagat cilik
selaku buah perjalanan spiritual.

Terungkap pula kasunyatan
pada makrokosmos (jagat ageng), berada di alam atas (bawana luhur).
Tentu saja, terungkap juga kasunyatan mengenal Tuhan sebagai sumber dari segala keberadaan Kasunyatan.

Kasunyatan di atas belum bisa sepenuhnya dinyatakan "benar" melalui pendekatan sains. Meskipun demikian, saat ini semakin dimungkinkan terjadinya persinggungan atau keselarasan antara sains dan spiritualitas.
#kap sejak belia percaya tidak ada perbedaan antara sains dan spiritualitas.
Jadi, #kaP percaya bahwa saat belajar astronomi, biologi ekologi, fisika, dan kimia, #kaP pikir itu hanyalah nama yang
kita berikan untuk mata pelajaran. Tapi pada akhirnya, kita memahami mekanisme akan kekuatan yang lebih tinggi.

Manusia satu-satunya makhluk eksistensialis, yang posisinya fluktuatif, bisa turun-naik martabat dan maqam-nya di sisi Tuhan. Karena itu manusia sesung­guhnya selalu melakukan perjalanan spiritual.

Dalam Al-Qur’an disebutkan: Dan sesungguhnya Kami jadi­kan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan­nya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
Mere­ka itu sebagai binatang ternak, bahkan mere­ka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q.S.al-A’raf/7:179).

Dalam ayat lain dikatakan: "sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya apa yang telah Allah wahyukan." (Q.S. al-Najm/53:3-12).

Kedua ayat di atas terdapat isyarat betapa pentingnya manusia melakukan perjalanan spiritual (spiritual journey) guna meningkatkan martabatnya.

Perlunya anak manusia menem­puh perjalanan suci juga telah diisyaratkan da­lam ayat: Maka apakah mereka tidak mengem­bara di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mer­eka dapat mendengar? Karena sesungguh­nya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Q.S.al- Haj/22:46).

Lebih tegas lagi disebutkan dalam ayat: Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunah Allah; karena itu mengem­baralah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendus­takan (rasul-rasul). (Q.S. Ali ‘Imran/3:137).

Begitu pentingnya memikirkan perjalan­an spiritual ini maka Allah Swt mengingatkan kita dalam suatu kalimat bertanya: Maka ke manakah kalian akan pergi? Itu tiada lain han­yalah peringatan bagi semesta alam. (Q.S. al- Takwir/81:26-27).

Ayat ini mengingatkan kita bahwa hidup ini sebuah pengembaraan, yaitu perjalanan untuk kembali ke pangkuannya (Inna lillah wa inna ilaihi raji’un). Di dalam me­nempuh pengembaraan hidup ini, di dalam se­tiap pengabdian dalam shalat kita selalu mem­baca ayat dalam surah al-Fatihah, yang wajib dibaca pada setiap rakaat: Ihdinas shirath al-mustaqim, shirath al-ladzina an’amta ‘alaihim, gair al-magdhub 'alaihim waladh dhalin (Tun­jukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat/Q.S. al-Fatihah/1:6-7).

Kalangan ulama ('arifin) membagi jenjang perjalanan spiritual itu kepada beberapa ta­hap atau tingkatan.
Ibnu ‘Arabi dalam Fush­ush al-Hikam-nya menyebutkan ada tiga tahap pengembaraan spiritual:
- Al-sair al-tsalatsah, yaitu pengembaraan menuju Allah.
- Al-sair ila Allah, yaitu pengembaraan di dalam Allah.
- Dan Al-sair fi Allah, yaitu pengembaraan dengan Allah ke­pada Allah untuk mencapai kesempurnaan (al-sair bi Allah ila Allah li al-takmil).

Semoga bermanfaat,
Wassalamualaikum. Wr.Wb.

ki alit Pranakarya 
Penggagas/ketua Umum FSSN Foundation (Forum Silaturrahmi Spiritual Nusantara).
Pembimbing Spiritual (Spiritual Advisor).
Guru Besar seni pernapasan (Bioenergi), Kumbang Ciremai.
Mentor tentang kepemimpinan (Leadership), dan Motivator RIESQ.
Peneliti Sejarang Peteng serta penggagas Rekontruksi Sejarah Nusantara dan Dunia.
Aktivis Sosial, Pecinta Alam dan pemerhati lingkungan.
Konsultan Management, Konsultan Administrasi Perusahaan, Konsultan Pertambangan, Konsultan Politik dan Ilmu Pemerintahan.

Foto: Andy Djava 

Tidak ada komentar

Posting Komentar