Ybia Indonesia - Disarikan dari Maulana Al Habib Muhammad Luthfi bin Aly bin Hasyim bin Umar bin Thoha bin Hasan bin Thoha bin Yahya
Habib Thoha dilahirkan di Legok dikuburkan di Ciledug, dilahirkan di Legok tapi meninggalnya di Ciledug.
Pada waktu itu tahun 1198 H atau 1192 H lahir di Pekalongan di daerah keledo. Beliau belajar kepada kedua orangtuanya. Orang tua beliau yang pertama mendirikan pondok pesantren di Pekalongan tepatnya di daerah keledo.
Ayah beliau (Habib Hasan bin Thoha bin Yahya) termasuk Senopati agung panglima besar, panglima besar tanah Jawa di Mataram gelarnya KRT Sumadiningrat.
Habib Hasan tinggal bersama adiknya yang bernama Habib Alwi di Batang. Putra putri Habib Alwi rata-rata mendukung kanjeng pangeran Diponegoro yang akhirnya dicurigai.
Beliau pindah ke Majalengka, Palimanan, Cirebon membangun pesantren-pesantren. Sedangkan keluarga Habib Thoha dan Habib Hasan terus ke Jogja setelah menempuh ilmu dan lain sebagainya.
Habib Thoha mengetahui bagaimana peranan-peranan ekonomi yang harus didahulukan.
Beliau masuk ke India, China dan mengelola dunia ekonomi sehingga menguasai betul-betul dalam dunia India, China sampai kepiropinei ditangan beliau.
Beliau bisa membangun beberapa perguruan-perguruan dan pesantren-pesantren dan lain sebagainya. Akhirnya, beliau menjadi ekonom yang mensupport.
Tapi, pada suatu ketika beliau harus menaati panggilan untuk bisa berjuang melawan penjajah dengan dipanggil oleh ayahnya ke Ngayogyakarta beliau mendapat tugas untuk memimpin Jawa Barat, terutama dari Palimanan.
Beliau tinggal di Palimanan dan pasukannya banyaknya dipinggiran sungai Cisanggarung. Karena, untuk menghambat perjalanan Belanda dari Jawa Tengah.
Bantuan dari Jawa Tengah ke Jawa Barat dihadang oleh pasukan inti yang bernama pasukan Cipeuting (pasukan malam) yang jumlahnya lima ribu orang, itu ada. Maka, sebagian ada yang dimakamkan di sini (Jatiseeng).
Maka dari itu, perjuangan beliau yang luar biasa termasuk di dalamnya adalah beliau itu membangun masjid kurang lebih 88 masjid dan pondok pesantren pendidikan.
Pada masa hidupnya beliau dicintai, disegani dan tidak ada fuqoro wal masakin yang nangis atau kekurangan.
Di zaman hidup beliau, anak-anak kecil melihat beliau seperti melihat ayah kandungnya sendiri.
Beliau mendapat kiriman dari raja-raja kurang lebihnya dari Pakistan dan India itu tidak lepas dari empat kapal dan hasilnya tidak dimasukkan kekantongnya, justru diberikan kepada fuqoro wal masakin.
Masjid yang terakhir beliau bangun adalah masjid di Leuweunggajah. Terakhir beliau tidak meninggalkan warosah tapi meninggalkan kail dan bukan meninggalkan ikan untuk regenerasinya, maka hidupnya luar biasa.
Disinilah letak perlunya peringatan Haul untuk kita.
Banyak mengambil suri teladan, bukan hanya sekedar cerita keramat-keramat.
Oh, desa ini asalnya dari ini kejadiannya demikian, tidak. Tapi sangat rasional bagaimana perjuangan-perjuangan para ulama terdahulu.
Semoga wasilah menghadiri haul Waliyullah Al Habib Thoha bin Hasan bin Thoha bin Yahya, kita semua lebih bersemangat lagi untuk memberikan sumbangsih kita untuk masyarakat sekitar. Minimal menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aamiin ya Allah ya Robb.
Wallahu a'lam.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar
Posting Komentar