Ybia Indonesia - Habib Hasan Al Haddad alias Mbah Priok mungkin sukar dilepaskan kaitannya dengan nama Tanjung Priok.
Beberapa sumber bahkan menyatakan nama pelabuhan di Jakarta Utara itu berasal nama Mbah Priok.
Mbah Priok merupakan seorang penyiar agama Islam dari Palembang yang sering melakukan perjalanan untuk berziarah.
Saat berziarah sambil menjalankan syiar Islam, singkat cerita, dia wafat di tengah laut. (Jenazah Mbah Priok) lalu diiringi ratusan lumba-lumba ke pesisir pantai di Pondok Dayu. Lalu dimakamkan penduduk sekitar di tepi pantai dengan nisan dayung yang patah.
Konon beliau selalu membawa periuk yang kemudian ditaruh di makam beliau ditutupi pohon tanjung. Maka jadilah Tanjung Priok.
Pada masa penjajahan Belanda, sebuah pelabuhan akan didirikan di daerah Pondok Dayu tersebut. Tapi keberadaan makam Mbah Priok disebut-sebut membuat pembangunan pelabuhan kandas.
Setelah mendatangkan Habib Zein, adik kandung Mbah Priok yang berada di Palembang, barulah proses pemindahan makam ke tempat saat ini di Koja, Jakarta Utara, terlaksana.
Habib Zein mengatakan bahwa Makam boleh dipindah satu kali, dari Pondok Dayung ke tempat yang sekarang. Dari sini enggak boleh dipindah-pindah lagi.
Di kalangan masyarakat, makam Mbah Priok sendiri dikenal sebagai salah satu makam keramat.
Salah satu bukti keramat beliau adalah ketika ada kejadian, Beberapa Satpol PP yang hendak menggusur Makam beliau kemudian keluarga Satpol PP datang ke sini minta maaf, karena setelah mau bongkar makam, mereka seperti orang gila, ketakutan lihat orang.
Sementara itu, menurut sejarawan Alwi Shahab, nama Tanjung Priok sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan keberadaan makam Mbah Priok.
Bahkan menurutnya, pelabuhan Tanjung Priok itu sudah dibangun lebih dulu dibandingkan dengan makam tersebut.
Pelabuhan dibangun karena saat itu pelabuhan Sunda Kelapa sudah tidak mampu lagi menampung kapal yang datang
Bahkan Alwi menyebut, ada pihak-pihak yang sengaja menghubungkan makam Mbah Priok dengan sejarah nama Tanjung Priok hanya untuk mencari keuntungan semata.
Dalam buku Buku Saku Kasus Mbah Priok karya Ahmad Sayfi'i Mufid, Robi Nurhadi, dan KH Zulfa Mustofa, sejarawan Ridwan Saidi juga menyatakan hal sama, bahwa Tanjung Priok tidak bisa dikaitkan dengan Mbah Priok.
Nama Tanjung Priok justru terkait Aki Tirem, penghulu atau pemimpin daerah Warakas yang tersohor sebagai pembuat priok (periuk).
Sedangkan kata Tanjung merujuk pada kontur tanah yang menjorok ke laut atau tanjung. Buku itu juga mempertanyakan Risalah Manaqib yang dikemukakan ahli waris Mbah Priok.
Dalam risalah tersebut, Mbah Priok disebut sebagai penyiar Islam yang lahir pada 1727 di Palembang dan kemudian pergi ke Batavia setelah dewasa untuk menyebarkan agama Islam.
Beliau meninggal pada 1756 dalam usia 29 tahun sebelum sampai ke Batavia. Mbah Priok kemudian dikubur dekat pantai dengan nisan kayu dayung berhias priok nasi di sisi makamnya.
Kayu dayung itu pun cepat tumbuh menjadi pohon tanjung. Dari sanalah nama Tanjung Priok muncul.
Akan tetapi, Buku Saku Kasus Mbah Priok menyatakan Mbah Priok sebenarnya lahir pada tahun 1874 dan meninggal pada tahun 1927.
Sejarah Mbah Priok terkait dengan nama Tanjung Priok masih menjadi perdebatan.
Mitologi Betawi
Alwi Shahab, dalam buku tersebut juga menyatakan, jika dilihat dari sumber-sumber sejarah di kalangan kelompok Arab-Hadramaut, Habib Hassan tak mungkin lahir pada 1727 sementara ia keturunan ketiga (cicit) dari Habib Hamid Mufti dari Palembang yang wafat pada 19 Juli 1820.
Habib Hamid lahir pada 1750 dan wafat pada 1820 dalam usia 70 tahun, sehingga tak mungkin cicit lahir lebih dulu daripada buyut. Dilihat dari mitologi lokal Betawi, pengkaitan nama Tanjung Priok dengan Mbah Priok juga menjadi masalah.
Dalam buku yang sama dikatakan, jika peninjauan diarahkan pada periode Habib Hassan Al Haddad antara tahun 1874-1927, maka dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin nama Tanjung Priok berasal darinya.
Pada 1877, pemerintah kolonial Belanda mulai melaksanakan proyek pelabuhan yang dinamai Haven Tanjung Priok. Sedangkan pada saat itu, Habib Hassan baru berusia tiga tahun dan tinggal di Palembang.
Dalam buku itu juga dijelaskan, pada saat Habib Hassan berangkat ke Batavia dan tertimpa musibah hingga akhirnya meninggal pada tahun 1927, nama 'Haven Tanjung Priok' sudah tersohor.
Nama pelabuhan Haven Tanjung Priok juga tercatat dalam buku-buku catatan perjalanan wisatawan mancanegara ke Hindia Belanda.
Misalnya E.R. Scidmore, turis asal Amerika yang datang ke pualu Jawa pada 1890 dan menuliskan pengalamannya saat tiba di Haven Tanjung Priok.
Sejarawan Ridwan Saidi dalam buku tersebut juga mempertanyakan pengkaitan nama Mbah Priok dengan asal mula Tanjung Priok.
Menurutnya, jauh sebelum Mbah Priok ada, nama Tanjung Priok sudah lebih dulu dikenal, bahkan sudah disebut dalam naskah sunda abad ke 16.
Terlepas dari kontroversi yang ada, kita hanya mengharap keberkahan dari para waliyullah dan tidak masuk dalam tanah tersebut.
Meneladani semangat dakwah beliau dari pulau ke pulau hingga beliau wafat dalam perjalanan ziarahnya.
Semoga wasilah berziarah ke Makam beliau, Pembacaan Yasin tahlil dan Ratib Al Haddad selama di Makam beliau, kita semua dijauhkan dari segala marabahaya, fitnah dan bala' serta dijauhkan dari orang-orang yang berniat jahat kepada kita. Aamiin ya Allah ya Robb.
Wallahu a'lam.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar
Posting Komentar