Eco Sufism (green sufisme)

Tidak ada komentar

 


Ybia Indonesia - Semua ajaran Agama memberi pedoman terhadap semua sisi kehidupan, termasuk lingkungan hidup (Ecology). Untuk agama Islam memberikan panduan bagaimana bersikap untuk lingkungan hingga menjaga dan melestarikannya.
Lingkungan merupakan bagian ciptaan Allah SWT, dan setiap Muslimin berkewajiban menjaganya.
Adapun dalil yang menjelaskan ajaran Islam dalam melestarikan lingkungan, yaitu:
1. Berlaku ihsan (baik) kepada segala sesuatu.
عن شداد بن أوس قال : ثنتان حفظتهما عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إن الله كتب الإحسان على كل شيء فإذا قتلتم
فأحسنوا القتلة وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبح وليحد أحدكم شفرته فليرح ذبيحته . (رواه مسلم)
Dari Syaddad bin Aus berkata, "Ada dua hal yang aku hafal dari Rasulullah SAW, beliau berkata, 'Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan kepada segala sesuatu. Bila kalian membunuh (seperti binatang berbahaya), bunuhlah dengan cara yang baik. Bila kalian menyembelih binatang, sembelih lah dengan cara yang baik. Hendaknya seorang dari kalian mengasah pisaunya dan memberi kemudahan kepada sembelihannya. (HR Muslim)

2. Merusak lingkungan merupakan salah satu sifat orang munafik.
قال الله تعالى : وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْفَسَادَ . (البقرة : 205)
 "Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan." (QS Al Baqarah: 205)

3. Menanam tumbuhan yang bermanfaat sama dengan bersedekah.
عن أنس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من مسلم يغرس غرساً ، أو يزرع زرعاً ، فيأكل منه طير أو
إنسان أو بهيمة ، إلا كان له به صدقة . (رواه البخاري ومسلم)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Tidak seorang pun Muslim yang menanam tumbuhan atau bercocok tanam, kemudian buahnya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang ternak, kecuali yang dimakan itu akan bernilai sedekah untuknya." (HR Bukhari)

4. Larangan mencemari lingkungan.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : اتقوا اللاعنين . قالوا : وما اللاعنان ؟ قال : الذي يتخلى
في طريق الناس أو في ظلهم . (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Jauhilah dua perbuatan yang mendatangkan laknat!" Sahabat-sahabat bertanya, "Apakah dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu?" Nabi menjawab, "Orang yang buang air besar di jalan umum atau di tempat berteduh manusia." (HR Muslim)
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : لا يبولن أحدكم في الماء الدائم الذي لا يجري ثم يغتسل
فيه . (رواه البخاري ومسلم)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Janganlah seorang dari kalian kencing di air tenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya." (HR Bukhari dan Muslim)

5. Larangan membakar pohon/hutan.
قال أبو بكر رضى الله عنه لما بعث الجنود نحو الشام : . . . ولا تغرقن نخلا ولا تحرقنها ولا تعقروا بهيمة ولا شجرة تثمر ولا
تهدموا بيعة ولا تقتلوا الولدان ولا الشيوخ ولا النساء . (رواه البيهقي في السنن)

Abu Bakar Radhiyallahu ’anhu berpesan ketika mengirim pasukan ke Syam, " ... dan janganlah kalian menenggelamkan pohon kurma atau membakarnya. Janganlah kalian memotong binatang ternak atau menebang pohon yang berbuah. Janganlah kalian meruntuhkan tempat ibadah. Janganlah kalian membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita." (HR Ahmad)

Dalam perspektif antropologis, paling tidak ada 3 pemahaman tentang sufisme (tasawuf), yakni sufi sebagai: 1) sistem etika/moral, 2) seni/estetika, dan 3) atribut.
Sufisme, yang merupakan dimensi mistik keagamaan- menitikberatkan pada pola relasi yang etis dan estetik antara manusia dengan Tuhan,antara sesama manusia serta antara manusia dengan Ekosistem/ekologi. 
Dalam konteks ini, agama sebagai basis sufisme, memandang bahwa semua ciptaan memiliki manfaat dan diadakan tanpa kesia-siaan dan semuanya bertasbih.

Sufisme memandang perlu berkolaborasi dengan ekologi sebagai kajian interdisipliner. 
Eco-sufism/ Green sufisme adalah konsep sufi yang dikonstruksi melalui penyatuan kesadaran antara kesadaran berlingkungan,berkemanusiaan dan berketuhanan, yakni :
1.Kesadaran berlingkungan (save it, study it, and use it) adalah bagian tidak terpisahkan dari kesadaran spiritual (spiritual consiousness). Mencintai alam merupakan bagian dari mencintai Tuhan.

2.Mengupayakan adanya proses transformasi dari spiritual conciousness menuju ecological consciousness (tataran implementasi/gerakan). Tujuannya adalah keserasian semesta (harmony in nature) dan keserasian (kesesuaian, tawfiq) antara sesama pelaku sufi dan juga antara pelaku sufu dgn Tuhan. Kondisi ini yang kemudian membuahkan cinta timbal balik (antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam semesta)

3.Eco-sufism dapat berarti sufisme berbasis ekologi. Artinya, kesadaran spiritual yang diperoleh dengan cara memaknai interaksi antar sistem wujud, terutama pada lingkungan sekitar. Dengan kata lain, lingkungan adalah media dan sarana untuk sampai kepada Tuhan. 

Alam adalah sarana zikir kepada Allah.
Dengan pemahaman bahwa alam adalah sumber kearifan dan pengetahuan, maka seorang sufi memperlakukan alam dengan bijaksana. Jika dalam konteks ekologi, kerusakan/merusak alam sama dengan merusak diri sendiri dan generasi penerus, sementara dalam eko-sufisme dapat dikatakan bahwa merusak alam sama dengan merusak kehidupan sekaligus merusak sarana ma’rifah. 

Dengan kata lain, dalam konsep eko-sufisme keberadaan alam sekitar menjadi saudara yang harus dipelihara dan dilestarikan, karena dia adalah sumber kehidupan dan pengetahuan (ilmu dan ma’rifah). Merusak alam sama halnya menutup pintu hidayah.

Penyadur Alfaqier Gus Endro Diponegoro:
1.Dosen Ecology di Lampung
2.Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Jaringan Relawan Hijau Nusantara -Jakarta

Tidak ada komentar

Posting Komentar